Sabtu, 14 Januari 2012

Akar Tiki-Taka Guardiola


Sumber : INILAH.COM

Headline
Getty Images


INILAH.COM, Jakarta – Pemilik AC Milan, Silvio Berlusconi, berharap klubnya bisa memainkan sepakbola indah ala FC Barcelona. Berlusconi pasti ingat keindahan itu ketika trio Belanda (Marco van Basten, Frank Rijkaard dan Ruud Gulit) mengangkat AC Milan menjadi superklub dunia pada era 90-an.


Berlusconi pasti kesengsem dengan kedigdayaan anak-anak Belanda pada masa itu. Kini ia melihatnya di FC Barcelona, yang baru saja membanting klub Santos, Brazil, juara Piala Libertadores 2011, dengan skor telak 0-4.
‘Tiki-taka’ mungkin bisa disamakan dengan “tik-tak” di alam sepak bola kita, memang permainan sepak bola yang sederhana. “Tapi memainkan sepak bola yang sederhana itu, justru yang paling sulit,” ungkap Johan Cruijf, mantan pemain Belanda yang diajari “Total Football” langsung oleh mahagurunya seniman bola Rinus Michel, suatu ketika.
Rinus yang pernah berkeliling Indonesia ditemani nyong Indo almarhum Ronny Pattinasarany, adalah yang membawa Belanda dan juga Barcelona serta dunia mengenal “Total Football” pada masanya. Rinus mengembangkan “Totaal voetbal” pada akhir 1960-an. Ia mendapat idenya dari pria kelahiran Manchester 1881, yang pernah jadi manajer Ajax Amsterdam selama 14 tahun yakni John “Jack” Reynolds. Reynolds meninggal pada 1962 di tanah kelahirannya.
Inti “Total Football” adalah setiap pemain bisa menempati posisi apa saja. Hanya kiper yang tetap di bawah mistar. Sistem ini membutuhkan kecerdasan bermain bola para pemainnya, dan Belanda secara demostratif menggelar partai-partai mengundang decak kagum publik bola dunia pada Piala Dunia 1974.
Pengaturan ruang dan kreasi adalah yang utama dalam total football. “Kami terus ngomong soal space, ruang. Johan Cruiff selalu bicara soal ke mana orang harus berlari dan di mana orang harus berdiri, juga kapan orang harus tidak bergerak,” ujar Barry Hulshoff, rekan Cruiff di Tim Ajax awal 1970-an.
Cruijff bisa menempati posisi di sayap, gelandang dan penyerang. Pergerakan dan permutasi pemain demikian dinamis. Pergerakan orang mengatur ‘space menjadi tema sentral tota football.
Cruijff menerapkan total football secara terus menerus ketika dia bermain dan menjadi pelatih Barcelona. Gurunya, Rinus Michel, juga sempat menangani tim Barcelona setelah pindah dari Ajax Amsterdam. Cruiff mengoleksi 11 piala dalam berbagai ajang yang dilakoninya bersama pemainnya yang handal, Josep “Pep”Guardiola.
Pengaruh Belanda tetap mengalir ketika Frank Rijkaard menangani tim Blaugrana ini. Paceklik gelar selama lima tahun diakhiri Rijkaard pada 2006 di Liga Spanyol maupun Champions Eropa. Rijkaard suka sistem 4-3-3 dengan seorang pemain jangkar dan dua winger yang banyak berfungsi sebagai gelandang. Rijkaard membolehkan permutasi pemain, kecuali pemain gelandang jangkar.
Tidak seperti Rijkaard yang membiarkan Ronaldinho hanya menyerang dan bikin gol, serta tidak ada kewajiban bertahan, Pep Guradiola mengajarkan bagaimana menekan lawan dan bagaimana bertahan dari serangan lawan sebagai satu kesatuan tim.
Pep menekankan skema pentingnya menekan lawan kalau kehilangan bola. Bintang sekelas Thierry Henry diminta Pep untuk menyerang sekaligus bertahan. “Saya tidak pernah berlari sebanyak di Barcelona,” ujar Henry bangga.
Pemain Santo Ganso seperti minder bermain di tim Barcelona, tapi dia ingin sekali saja bermain melawan Barcelona demi mempelajari apa sih inti ‘tika-taka’ Guardiola, katanya seusai merasakan linglungnya diserang Barcelona di Tokyo , hari Minggu kemarin.
Pep menjadi manajer yang sukses dengan mengandalkan pemain-pemain hasil didikan Barcelona sendiri seperti Xavi, Iniesta, Busquet, Puyol, Pique, Cesc, Messi dan lain-lain, serta pemain impor yang bagus sekelas Alexis Sanchez.
Kesinambungan dari sistem kepelatihan yang mengakar pada total football Belanda, pemain yang dibesarkan Barca sendiri dan skema yang menjadikan kesatuan tim yang solid, menjadi keunggulan Barcelona

Tidak ada komentar:

Posting Komentar